Panngaderreng / Panngadakkang Bugis-Makassar

Diposting oleh chaldot on Rabu, 25 April 2012

Sulawesi Selatan sejak dahulu sampai saat sekarang terbangun dari  pola tertentu yang dalam diskusi ini disebut pola budaya atau Budaya Sulawesi Selatan. berbagai studi menunjukkan bahwa budaya Sulawesi Selatan dapat ditemukan dan terangkum dalam konsep Panngaderreng (Bugis) atau Panngadakkang (Makassar). kedua konsep tersebut berasal dari kata dasar Adeq (Bugis) dan Adaq (Makassar), yang berarti Adat. Panngadakkang dan Panngaderrang, dengan demikian, berarti sesuatu yang menjadi tempat berpijak perilaku dan kehidupan masyarakat Bugis dan Makassar. Panngaderreng atau Panngadakkang (Selanjutnya disebut Panngaderreng saja) merupakan tumpuan tradisi yang sudah lam ada, yaitu sejak manusia Sulawesi Selatan mulai ada dalam sejarah. konsep orang Bugis-Makassar mengenai seseuatu yang tua atau lama disebut toa. orang tua disebut tau toa atau tomatoa. Budaya orang Sulawesi Selatan pada awal sejarahnya pun dapat ditemukan dalam Latoa (Sesuatu yang tua), Disebutkan di dalamnya bahwa :
  1. Adeq (Bugis), Adaq (Makassar). Adeq atau Adaq adalah unsur bagian dari Panngaderreng, yang secara khusus terdiri dari : Pertama, adeq akkalabinengeng, atau norma mengenai hal ihwal perkawinan serta hubungan kekerabatan dan berwujud kepada kaidah-kaidah perkawinan, kaidah-kaidah keturunan, aturan-aturan mengenai hak dan kewajiban rumah tangga, etika dalam hal berumah tangga dan sopan santun pergaulan antara kaumkerabat.kedua, adeq tana, atau norma-norma mengenai hal ihwal bernegara dan memerintah negara dan berwujud sebagai hukum negara, serta etika dan pembinaan insan politik. pengawasan dan pembinaan adeq dalam masyarakat orang Bugis biasanya dilaksanakan oleh beberapa pejabat adat seperti : pakkatenni adeq, puang adeq, pampawa adeq, dan parewa adeq.
  2. Bicara adalah unsur bagian dari panngaderreng, yang mengenal semua aktivitas dan konsep-konsep yang bersangkut paut dengan peradilan, kurang lebih sama dengan hukum acara, menentukan prosedurnya, serta hak-hak dan kewajiban seorang yang mengajukan kasusnya di muka pengadilan atau yang mengajukan penggugatan.
  3. Rapang, berarti contoh, perumpamaan, kias, atau analogi. sebagai unsur bagian panngaderreng, rapang menjaga kepastian dan kontiunitas suatu keputusan hukum tak tertulis dalam masa lampau sampai sekarang, dengan membuat analogi antara kasus dari masa lampau itu dengan kasus yang sedang digarap. rapang juga berwujud sebagai perumpamaan-perumpamaan yang menganjurkan kelakuan ideal dan etika dalam lapangan-lapangan hidup tertentu, seperti lapangan kehidupan kekerabatan, lapangan kehidupan politik, dan pemerintahan negara. selain itu, rapang juga berwujud sebagai pandangan-pandangan keramat untuk mencegah tindakan-tindakan yang bersifat gangguan terhadap hak milik, serta ancaman terhadap keamanan seoorang warga masyarakat.
  4. wariq adalah unsur bagian panngaderreng, yang melakukan klasifikasi segala benda, peristiwa dan aktivitas dalam kehidupan masyarakat menurut kategori-kategorinya. Misalnya, untuk memelihara tata-susunan dan tata-penempatan hal-hal dan benda-benda dalam kehidupan masyarakat; untuk memelihara jalur dan garis keturunan yang mewujudkan pelapisan sosial; untuk memelihara hubungan kekerabatan antara raja suatu negara dengan raja-raja dari negara-negara lain, sehingga dapat ditentukan mana yang tua dan mana yang muda dalam tata upacara kebesaran.
  5. Sara’ adalah unsur bagian dari pangadereng yang mengandung pranata-pranata dan hukum islam dan yang melengkapkan ke empat unsurnya menjadi lima. Sistem religi masyarakat Sulawesi Selatan sebelum masuknya ajaran islam seperti yang tampak dalam sure’ lagaligo, sebenarnya telah mengandung suatu kepercayaan terhadap dewa yang tunggal yang disebut dengan beberapa nama seperti patoto-e (maha menentukan nasib), dewata sewwae (dewa yang tunggal), turie’ a’rana (kehendak yang tertinggi). Sisa kepercayaan seperti ini masih tampak jelas misalnya beberapa kepercayaan tradisional yang masih bertahan sampai sekarang misalnya pada orang tolotang, di kabupaten sidenreng rappang dan pada orang ammatoa di kajang daerah bulukumba.

Sumber Pustaka : Sistem Perkawinan Di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat

{ 1 komentar... read them below or add one }

Anonim mengatakan...

kapan di gelarnya tarian tersebut?

Posting Komentar