Cerpen : Harga Mati

Diposting oleh chaldot on Senin, 26 Maret 2012

Yang namanya lelaki, yang namanya lelaki dewasa, yang namanya mahasiswa, yang namanya dewasa apalagi mahasiswa, tentu saja Harun tak mau harga dirinya diinjak-injak kendati pun ia tahu penginjaknya orang yang punya taring lebih kuat 10 kali dari giginya.

Harun sadar lelaki yang telah menginjak harga dirinya dengan perkataan  : "Kamu itu Siapa? Kuliah belum selesai, pekerjaan calo STNK, sepeda motor beli setengah pakai, kredit lagi. pikir dong.... bukan saya matrealistis, tapi makan perlu untuk hidup. lantas akan makan batukah nanti anakku dan kamu?!", adalah lelaki pengusaha yang cukup disegani di kota ini. Tetapi Harun bukan manusia abnormal yang tidak bisa marah!

Ya, lelaki manakah yang tidak naik pitam. Ayo, lelaki dewaasa dan mahasiswa manakah yang tak emosioal mendengar perkataan seperti itu?

begitulah Harun, kendatipun tanpa jawaban, dibalikkannya badannya lalu membelakangi lelaki yang masih berdiri di pintu rumahnya dengan angkuh, padahal Harun tahu persis, Rini di dalam rumah masih 100 persen mencintainya.

dengan tatapan sinis yang terakhir harun meninggalkan rumah itu. Dadanya serasa pecah, gemuruh emosi dan sejuta dendam kian menjeratnya. tapi barangkali juga ia lelaki dewasa sejati. lihatlah, ia tapaki trotoar jalan Dr. Ratulangi dengan langkah mantap dan penuh keyakinan.

Di rumah, ia segera mengambil pulpen dan menulis begini :

orang tua,
kamu benar, saya masih kuliah, saya masih kredit motor, saya calo STNK tapi itu pandangan lahiriamu. di Makassar, ayah saya pengusaha ternama, tiga rumahnya, diantaranya akan dihadiahkan padaku satu buah. di loa janan, sebuah SawMilk mllik saya. jangan terkejut semua yang orang tua saksikan dan dengar selama ini  hanya kamuflase dan uji coba dari saya, apakah orang tua mengukur kecantikan anak dengan harta dan jaminan ekonomi.

orang tua Rini,
sekarang tanpa seijinmu saya sebut orang tua dengan : kamu! hei, apakah kamu belum pernah tahu bahwa induk perusahaanmu itu adalah milikku? kamu bego, besok akan kuadakan rapat istimewa dengan direksi untuk menutup perusahaanmu. Akan kukatakan kepada pihak Pemerintah Daerah bahwa bidang usaha perusahaanmu akan dialihkan dan direkturnya diganti. Akan kupanggil besok pengacaraku dan kubawa ia untuk menghadap notaris dan menyelesaikannya.

kamu, dasar tolol!
orang tua picik. kamu kira anakmu Rini itu dapat kamu jadikan barang berharga? kamu kira kecantikannya itu dapat dijadikan modal setelah kamu saya pecat? saya sesungguhnya kasihan mengapa kamu tidak mencoba menyelidiki siapa sesungguhnya saya, lelaki dewasa dan mahasiswa atau seorang pengusaha besar, induk perusahaanmu yang khusus ke kota ini? Kamu bodoh!

ya, saya memang mencintai Rini anakmu. Tapi sikapmu yang sok kaya, sok pengusaha tadi pagi membuat aku muak, dan kasihanku pada anakmu yang morfinis itu lenyap sama sekali.

aha, kamu kaget kukatakan bahwa anakmu morfinis? hanya aku yang tahu dan dua orang temannya. Nah..... jangan panik. Anakmu telah mengisap morfin sejak SMP kelas dua tahun 2003.

aku memang tertarik ketika tiga bulan yang lalu aku mengadakan evaluasi terhadap kerja orang-orang di kota ini, termasuk kamu. aku berniat menikahinya setelah tiga bulan ini. dibalik kasihan memang aku cinta pada anakmu. tapi sekali lagi, kamu terlalu gegabah, tidak tau siapakah aku ini?

okelah ... aku hanya, menceritakan tentang ini saja, sebab jika terlalu banyak aku kuatir kamu tambah pusing, karena jabatanmu sebentar lagi harus kamu letakkan dan rumah kontrakan yang dibayar perusahaan harus ditinggalkan, sementara anakmu yang morfinis itu barangkali saja makin panik, dan siapa tahu bunuh diri.

cherio.....
dari lelaki yang pernah kau usir

Harun melipat kertas itu rapi-rapi, kemudian ia masukkan kedalam amplop, dengan tergesa-gesa ia keluar rumah memanggil adiknya yang duduk di kelas 3 SMP, lalu dengan sedikit gugup, ia minta agar selekasnya surat itu dikirim kerumah RINI.

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar